Liga335 — Fakta baru yang mengkhawatirkan terungkap dari proses penyidikan kebakaran maut di gedung PT Terra Drone Indonesia. Kepolisian menyatakan gedung tersebut sangat jauh dari memenuhi standar keselamatan dasar, sebuah kondisi yang berujung pada tewasnya 22 karyawan yang terjebak di dalamnya.
Gedung Tanpa Perlindungan Dasar
Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Susatyo Purnomo Condro, mengungkapkan bahwa gedung nyaris tidak memiliki perlindungan fundamental. Menurutnya, gedung itu tidak dilengkapi dengan alarm peringatan kebakaran, tidak tersedia pintu darurat, dan jalur evakuasi yang memadai.
Ketika api mulai berkobar di lantai bawah, tidak ada sistem apa pun yang memberikan sinyal bahaya kepada penghuni gedung. Akibat ketiadaan peringatan dini ini, karyawan yang berada di lantai dua hingga empat tetap bekerja di area mereka hingga asap pekat memenuhi seluruh ruangan dan menghalangi jalan keluar.
“Seandainya ada sistem alarm yang berbunyi saat awal kebakaran di lantai bawah, karyawan di lantai 2, 3, dan 4 mungkin masih punya waktu untuk menyelamatkan diri. Namun karena tidak ada, korban yang jatuh pun sangat besar,” jelas Susatyo dalam keterangan pers.
Pihak kepolisian telah memeriksa Dinas Cipta Karya terkait penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) untuk gedung tersebut. Pemeriksaan lebih lanjut akan dilakukan untuk mengungkap kemungkinan adanya kelalaian dalam proses perizinan.
Korban Terjebak di Balik Kaca Tanpa Alat Pemecah
Lebih mengerikan lagi, polisi mengungkapkan bahwa di dalam Gedung Terra Drone sama sekali tidak tersedia alat pemecah kaca darurat. Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, AKBP Roby Saputra, menjelaskan bahwa lantai dua hingga enam gedung didominasi oleh kaca tebal tanpa ventilasi yang memadai.
Roby menduga, banyak korban ditemukan di area pinggir kaca karena mereka berusaha memecahkannya untuk mendapatkan suplai udara segar. Sayangnya, kaca tersebut terlalu kuat untuk dihancurkan dengan tangan kosong. Inilah yang diduga menjadi alasan mengapa 22 korban ditemukan di jalur evakuasi dan area dekat kaca.
“Indikasinya tidak ada alat pemecah kaca, sehingga mereka tidak berhasil memecahkan kaca untuk mendapatkan oksigen,” kata Roby.
Alarm Kebakaran Hanya dari Teriakan Manual
Berdasarkan keterangan saksi, gedung tersebut benar-benar tidak memiliki alarm kebakaran otomatis. Satu-satunya peringatan yang diterima karyawan di lantai atas datang dari rekan mereka yang berlari sambil berteriak memberitahu adanya kebakaran.
“Alarm kebakaran berdasarkan keterangan saksi memang tidak ada. Mereka tahu ada kebakaran karena ketika api membesar di bawah, seseorang lari ke atas sambil berteriak. Orang itu sempat membawa satu alat pemadam api ringan (APAR) ke bawah,” ujar Roby memaparkan.
“Jadi, ‘alarm’-nya disampaikan secara manual melalui teriakan. Tidak ada alarm dari sistem gedung itu sendiri,” sambungnya.
Tragedi ini menyoroti betapa kritisnya kepatuhan terhadap standar keselamatan kebakaran dalam sebuah bangunan, terutama yang digunakan sebagai tempat kerja. Investigasi terus berlanjut untuk memastikan akuntabilitas dan mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan.
